Banten | koran-samudra.com
Safari Silaturahmi GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) bersama Posko Negarawan ke sejumlah tokoh, 23 Februari 2023 menyambangi kediaman Dr. Siti Fadilah Supari di Kelapa Dua, Jakarta Timur. Intinya beliau sangat senang dan mendukung sepenuhnya acara pertemuan agung tokoh negarawan pada 11 Maret 2023 untuk menyampaikan pesan-pesan kenegaraan kepada segenap anak bangsa, utamanya bagi penyelenggara negara dan pemerintahan.

Dalam obrolan panjang yang diselingi acara makan siang bersama Srikandi kelahiran Buluwarti, Surakarta ini pun sempat curhat, Ikhwal kriminalisasi yang diperlakukan rezim terhadap dirinya atas permintaan Amerika Serikat itu, karena dia ngotot menutup laboratorim Namru milik negara adikuasa itu tanpa hendak kompromi. “Jadi, kalau saja saya tidak dipenjara, wabah Covid 19 tidak akan terjadi di Indonesia” tandasnya berkisah tentang kedegilan otak manusia yang telah kerasukan materialisme dan birani kekuasaan sehingga tega mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.

Tuduhan korupsi yang ditudingkan kepada dirinya, tidak terbukti. Bahkan pihak yang dikatakan telah memberinya uang itu pun nihil, tidak ada. Karena itu, pada tingkat banding Dr. Siti Fadilah Supari memenangkan perlawanan hukum yang dia lakukan.

Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari akhirnya menghirup udara bebas. Putusan Pengadilan yang menyatakannya bebas murni itu, terlanjur memenjarakan 4 tahun di Lembaga Pemasyarakatan Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Begitulah keji dan kejamnya rezim yang merasa tidak searah atau bahkan merasa terganggu dalam mempraktek keculasan yang dilakukan.

Pengalaman tak terlupakan saat berada di dalam penjara, kata Siti Fadilah Supari berkisah adalah saat dibezuk oleh kawan dan saudara dari 212 yang terkenal militansinya itu, ujarnya. Tapi sialnya waktu mau bebas, masalah jadi runyam, hanya karena saya pernah dikunjungi oleh kawan-kawan dari 212, maka saya harus dipaksa juga oleh pihak BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teroris), katanya tergelak-gelak Ikhwal logika rezim yang kupeg itu.

Menutup Namru adalah sebuah keberanian, karena sebelumnya Siti Fadilah Supari sangat sadar akan berhadapan dengan Amerika Serikat. Tetapi untuk menjadi pejuang itu memang harus berani. Dan nyatanya saya mampu untuk mengalahkan Amerika di WHO. “Maka itu saya mau memberikan kekuatan yang saya miliki kepada Presiden Joko Widodo”, kata Siti Fadilah Supari, tapi yang bersangkutan tidak paham pada supranatural yang harus dimiliki oleh setiap orang.

Karenanya, kekuatan ghaib yang dia miliki itu kini sepenuhnya diberikan kepada Sri Eko Sriyanto Galgendu yang gigih dan tangguh untuk terus berjuang lewat GMRI dan Posko Negarawan.

Siti Fadilah Supari merasakan sejak amandemen UUD 1945 semua jadi berubah, karena memang banyak kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, tapi semua kebijakan itu hanya untuk keperluan oligargi. Maka itu, selama sistemnya masih seperti itu, jangan pernah berharap akan adanya perubahan menuju perbaikan, tandas Srikandi Indonesia yang sudah berusia 74 tahun, namun tetap tak hendak bungkam demi dan untuk rakyat.

“Saya siap kehilangan nyawa, demi bangsa. Sebab saya tidak mau bangsa saya menjadi korban”, tandasnya. Tawaran yang menggiurkan pun, sempat disodorkan pada dirinya, tak cuma jabatan, tapi juga uang 2 triliun setiap tahun bila tak ceriwis hendak menutup Laboratorium Namru itu dahulu.

Kecuali itu, Siti Fadilah Supari juga mengaku sebagai sosok nasionalis religius. Atas dasar itu saya berani melakukan perlawanan. Jadi, amandemen UUD 1945 itu telah melahirkan 9 lembaga tinggi negara, satu diantaranya adalah KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Tapi setiap tahun laporan keuangan lembaga tersebut harus ditanda tangani oleh Kedutaan Amerika. “Jadi lucu kan”, katanya sambil tetawan sinis seperti sedang mengejek lawan bicaranya.

UUD 1945 hasil amandemen itu memberi kesempatan pada bangsa asing menginjak-injak rakyat Indonesia. “Itulah dosanya Amin Rais, yang katanya sudah insyaf itu. Tapi menurut Siti Fadilah Supari, tidak bisa cuma minta maaf begitu saja. Sebab harus ada semacam penebusan dosa.

Oleh sebab itu, wanita yang tetap energik diusia senjanya ini yakin, Indonesia bakal ambruk jika tidak segera diantisipasi dengan bijak. Karena negara Indonesia sekarang tidak punya uang. Maka itu dia sangat berharap pada segenap komponen bangsa mau melakukan antisipasi mulai sekarang, sebelum keambrukan itu terlanjur melantak Indonesia.

Ketika menolak Namru dahulu itu, dia harus memilih satu diantara dua pilihan. Mau menerima tawaran 2 triliun setiap tahun, atau mati. “Dan saya istiqomah memilih mati untuk rakyat. Saya tetap menolak Namru”, kata Siti Fadilah Supari berkisah tentang pengalamannya hingga harus masuk penjara. Sebab, kalau Namru saya biarkan, maka kondisi negeri kita bisa lebih parah dari Wuhan.

Siti Fadilah Supari senang menerima Tim GMRI dan Posko Negarawan di kediamannya yang asri dan indah itu. Setidaknya dia kini merasa tidak lagi sendiri harus berjuang melawan kapitalisme global yang telah mengobrak-abrik dunia, utamanya Indonesia.

Itu sebabnya, dia terbilang satu-satunya sosok menteri yang menolak Bank Dunia. Karena kalau Indonesia dapat pinjaman yang sampai untuk rakyat cuma 40 persen saja. Padahal, waktu mengembalikan rakyat harus bayar penuh 100 persen. Selebihnya menguap entah kemana-mana, katanya dengan mimik wajah yang sewot.

Kanjeng Raden Ayu asal Surakarta ini, sungguh masih sangat energik memasuki usia tiga perempat abad. Dia pun menyatakan siap untuk hadir pada acara GMRI dan Posko Negarawan bersama 45 tokoh bangsa untuk menyampaikan seruan keprihatinan para negarawan di Jakarta, pada 11 Maret 2023 yang memiliki makna dan nilai spiritual. *** Jacob Ereste