Bandung, koran samudra.com — Kontak sebagian besar dari kita dengan buku biasanya hanya pada membeli, membaca, dan menyimpan. Tapi bagi pegiat literasi, Deni Rachman, ada satu hal penting yang terlewatkan, yaitu merawat buku.
“Merawat buku itu sepenting kita merawat kehidupan,” tuturnya membuka obrolan saat ditemui di Lawang Buku, Kota Bandung, Kamis (23/9/2021).
Jika buku mau awet, kata Deni, maka perawatan menjadi kunci agar buku sebagai sebuah media bisa dibaca terus sampai kapan pun. Manfaat merawat buku bukan hanya menjadikan buku bersih.” Tetapi juga menambah kenyamanan saat membaca serta bermanfaat untuk kesehatan,” ujarnya.
Terlebih, jika yang dibaca adalah buku lawas dari pasar loak atau bekas. Buku tersebut tak menutup kemungkinan memiliki noda kotor atau hal lainnya. Deni mengungkapkan, ada beberapa buku lawas yang kondisinya terkontaminasi hal lain, seperti gigitan tikus, bekas rayap, bekas karet gelang hingga noda saus.
“Jadi, pembersihan juga penting untuk kesehatan kita dan konsumen,” tutur pria asal Sukabumi tersebut.
Deni pun menjelaskan, ada berbagai teknik merawat buku, salah satunya teknik bleaching.
Mengenal Teknik Bleaching
Secara sederhana, teknik bleaching adalah membersihkan buku menggunakan pemutih. Pembersihan dilakukan untuk menghilangkan noda, stempel, bercak hingga kotoran lainnya. “Fungsi klorin dalam pemutih itu untuk menarik noda-noda,” ungkap Deni.
Adapun peralatan pembersihan dengan teknik ini cukup sederhana. Di antaranya sendok, sikat gigi bekas atau kuas, lap kain, kapas, cairan pemutih, bedak bayi, dan minyak kayu putih.
Caranya pun sangat mudah. Pertama, perhatikan bagian yang akan dibersihkan, selanjutnya bekas noda dilap dengan kapas yang telah basahi cairan pemutih secukupnya. Gosok merata agar warna buku tidak belang. Kemudian, gunakan sikat gigi bekas atau kuas untuk membersihkan buku di sela jilid buku.
Setelahnya, buku diangin-anginkan agar cepat mengering. Setelah itu, taburkan bedak atau tetesan minyak kayu putih. “Fungsinya untuk menghilangkan bau pemutih yang menyengat,” tambahnya.
Selain itu, diwajibkan menggunakan masker, sarung tangan, dan celemek agar terhindar dari cipratan serta bau menyengat cairan pemutih.
Namun, kata Deni, teknik ini tak bisa digunakan pada semua buku. Salah satunya, buku yang memiliki sampul bahan karton. “Buku dengan jenis ini rentan berubah warna jika diberi pemutih. Jadi, lebih baik jangan,” terangnya.
Ia bercerita, teknik tersebut ia pelajarI secara autodidak sejak 2012. Ternyata, ketika berdiskusi dengan konservator benda koleksi pada tahun 2019, teknik merawat buku dengan teknik tersebut dinamakan teknik bleaching dan telah tersertifikasi serta memiliki bidang keilmuan khusus.
“Saya baru tahu kalau ternyata namanya bleaching. Nah, sekarang pun saya lagi mengejar arah keilmuan itu karena latar belakang saya juga kimia. Meureun bisa klop dan nyambung keilmuannya,” katanya.
Tips Merawat Buku dengan Metode Kapsulisasi
Selain bleaching, Deni pun membagikan tips merawat buku dengan motode kapsulisasi. Metode ini adalah pembungkusan buku menggunakan plastik untuk menghindari perubahan fisik pada buku. Proses kapsulisasi dimulai dengan membersihkan terlebih dahulu buku dari debu dan kotoran yang menempel di permukaan buku. Untuk membungkusnya, diperlukan plastik berbagai ukuran yang sesuai ukuran buku. Plastik yang digunakan memiliki lem pada bagian penutup untuk memudahkan saat akan dibaca.
“Jadi, kapsulisasi ini hanya bagian untuk melindungi buku. Bisi kehujanan atau kenapa-napa,” ucapnya.
Tips Pengemasan Buku untuk Dipaketkan
Deni pun berbagi tips untuk packaging atau pengemasan jika akan mengirimkan paket buku melalui kurir.
Langkahnya adalah melapisi buku agar tidak rusak. “Bahannya kalau saya mendahulukan bahan-bahan daur ulang, seperti dus bekas, kotak susu, kertas enggak terpakai, plastik bekas atau banner. Yang penting bersih,” ungkapnya.
Meski menggunakan bubble wrap lebih praktis, namun ia menilai tetap kurang kuat dan berpotensi mengubah bentuk buku. Ia juga mengingatkan agar tidak lupa menyemprotkan disinfektan pada buku.
Buku, dari Kecintaan Menjadi Jalan Hidup
Saat belia, Deni tumbuh di kaki Gunung Halimun. Saat itu, sumber hiburannya hanya dua, yaitu perpustakaan dan bermain di alam bebas. Ia sudah mengenal kecintaan pada buku sejak duduk di sekolah dasar. “Buku sangat lekat dalam kehidupan saya dan sekolah pun benar-benar membantu saya dengan adanya perpustakaan,” ujarnya.
Selain perpustakaan sekolah, faktor sang kakak dan rekan sebayanya di sekolah yang mengantarkan kecintaannya pada buku. Terlebih saat duduk di bangku kuliah, di sana lah renjana Deni pada buku berlipat ganda.
Buku bagi Deni adalah paket komplet. “Buku mampu mengubah cara pandang, pemikiran hingga karakter seseorang,” katanya. Seperti cara pandangnya telah diubah oleh karya-karya Pramoedya Ananta Toer.
Dari sana, ia mulai menyadari bahwa buku tak hanya jadi kecintaannya, melainkan jalan hidup. “Awalnya murni karena passion aja, namun akhirnya dipilih jadi jalan hidup karena buku itu punya motif lain, yaitu ekonomi,” imbuhnya,
Kini, menurutnya, mengoleksi buku bukan hanya sekadar hobi, tapi juga bisa menjadi ladang rezeki. “Mengoleksi buku itu ada nilai investasinya. Apalagi jika kita memiliki buku-buku lawas yang hanya diterbitkan terbatas, luar biasa banget buku teh,” ungkapnya.
Ia pun mengajak seluruh siswa Jabar untuk menyempatkan baca buku setiap hari. “Sempatkan baca buku sejam sehari aja. Kalau nemu asyiknya, memegang buku akan sama seperti kita memegang gawai,” ajaknya.****amd
penulis : Nizar Al Fadillah
sumbr : http://disdik.jabarprov.go.id/