Bandung, koran-samudra.com – Polemik Undang-undang Cipta Kerja terus berlanjut banyak pihak yang tidak setuju atas ditetapkannya UU Cipta kerja, karena banyak aturannya yang dirasa tidak berpihak kepada rakyat yang justru lebih menguntungkan golongan kapitalisme dan oligarki, Selasa (9/8/2022).
Dalam siaran pers nya LBH Bandung menilai UU Cipta Kerja sebagai faktor utama rendahnya upah di Jawa Barat.
LBH Bandung menjelaskan bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sejak dari awal perumusan hingga pengesahan telah menuai beberapa kritik sampai kepada penolakan, khususnya bagi kaum buruh. Kritik akibat Undang-Undang tersebut ditujukan kepada kondisi buruk nya pengaturan regulasi dalam pemenuhan hak-hak buruh sehingga kritik tersebut berlanjut pada peraturan-peraturan turunan dibawah Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Bahkan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Wilayah Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu serikat buruh dimana anggota nya tersebar masing-masing kabupaten kota yang tergabung dengan aliansi buruh bersama dengan serikat buruh/pekerja yang lain,
pada saat menjelang penetapan upah minimum kabupaten/kota provinsi Jawa Barat melakukan survey harga kebutuhan pokok untuk memastikan angka kebutuhan hidup layak. Kemudian angka-angka tersebut direkomendasikan ke bupati atau wali kota di masing-masing wilayah saat audensi atau pertemuan membicarakan upah & di rekomendasikan kepada Gubernur JABAR untuk ditetapkan untuk menjadi Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat.
Lanjut LBH Bandung mengungkapkan, Kemudian rekomendasi yang dikirimkan oleh para bupati atau walikota, dikembalikan dan tidak digunakan oleh Gubernur Jawa Barat dalam menetapkan upah minimum Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, dengan tetap mengacu pada perhitungan upah berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.
” Padahal sebelum SK upah minimum Kabupaten/Kota di Provinsi JABAR tahun 2022 di diterbitkan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menjadi dasar diterbitkannya SK tersebut dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 pada tanggal 25 November tahun 2021,” Ujar LBH dalam siaran persnya.
Sehingga atas putusan tersebut buruh telah melakukan aksi berturut-turut yaitu pada tanggal 29 – 30 November 2021 di depan Gedung Sate agar Gubernur JABAR memperhatikan Putusan MK tersebut untuk dicermati dan dipatuhi dan tidak menggunakan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai dasar penetapan upah UMP dan UMK
Jawa Barat.
” Namun disayangkan Gubernur JABAR tetap bersikeras mengeluarkan surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 561/Kep.732-Kesra/2021 Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota Di Daerah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2022, tertanggal 30 November 2021 menggunakan menggunakan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang telah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Konstitusi,” Jelasnya.
Tentu dengan hadirnya surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota Di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2022, selaku salah satu Serikat Buruh KASBI Perwakilan Jawa Barat bersama LBH Bandung mengajukan upaya menggugat SK Gubernur Jawa Barat Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota Di
Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2022, tertanggal 30 November 2021. Yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung pada tanggal 06 April 2022.
Dalam gugatan ini dimaksudkan bahwa SK Gubernur Jawa Barat Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota Di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2022 mengacu kepada peraturan UU Cipta kerja yang tengah berstatus Inkonstitusional bersyarat pasca dibacakannya
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 pada tanggal 25 November tahun 2021. Sehingga segala peraturan yang mengacu terhadap UU Cipta Kerja ini tidak dapat diberlakukan.
” Tertanggal 20 Juli Majelis Hakim PTUN Bandung telah mengeluarkan putusan yang pada pokoknya menolak gugatan diajukan oleh Penggugat. Pertimbangan majelis
hakim PTUN Bandung menolak seluruh gugatan yakni berdasar kepada bahwa Undang-Undang Cipta kerja yang menjadi dasar penerbitan SK upah minimum Kabupaten/Kota di Provinsi JABAR tahun 2022 masih dapat diberlakukan,” Ungkapnya.
Karena majelis hakim masih menganggap bahwa UU Cipta Kerja ini masih memiliki daya ikat dan daya laku mengacu kepada amar ke 4 putusan Mahkamah Konsstitusi yang menyatakan bahwa “Menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang
telah ditentukan dalam putusan ini”.
Adapun pertimbangan majelis hakim terhadap memandang UU Cipta Kerja maupun peraturan teknis dibawah nya termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan tetap berlaku karena pada prinsipnya merupakan bagian dari peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja yang diyatakan tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukannya dan diterbitkan sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUUXVIII/2020, dengan demikian selain membutuhkan daya laku dari norma tersebut, maka Peraturan Pemerintah dimaksud juga memiliki daya guna (efficacy) dari efektifitas norma itu sendiri.
Selebihnya majelis hakim berpendapat UU Cipta Kerja ini dapat diajukan rujukan dalam pembentukan suatu kebijakan oleh pejabat di tingkatan provinsi maupun kabupaten/kota, khusunya berhubungan dengan aspek program strategis nasional dimana pengupahan ini termasuk program tersebut.
” Kami menyatakan majelis hakim bersikap inkonstitusional dalam mempertimbangkan putusan. Pasalnya majelis hakim mengamini seluruh langkah yang dilakukan oleh gubernur jawa barat untuk mengeluarkan surat Keputusan Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota Di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2022,” tegasnya.
Karena sejatinya, mengingat putusan mahkamah konsitusi yang menyatakan bahwa UU Cipta kerja ini inskonstitusional bersyarat bersifat mengikat (final and binding) maka pemerintah pusat maupun daerah tetap tidak bisa menjadikan UU Cipta Kerja beserta peraturan pelaksana nya sebagai acuan pengeluaran kebijakan.
Pasalnya majelis hakim tidak mempertimbangkan terkait Pada Poin 7 Putusan Mahkamah Konstitusi yang menguji terhadap UU Cipta Kerja sudah menyatakan tegas bahwa segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU
Cipta Kerja telah ditangguhkan termasuk hadirnya PP Pengupahan tahun 2021.
Sehingga dengan adanya putusan ini pun, majelis hakim gagal memahami konstruksi amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
” Kami pun menyorot bahwa kebijakan pengupahan yang selalu di kritik oleh buruh
termasuk kepada salah satu program strategis nasional mempunyai akibat hukum atau dampak yang sangat luas karena berkaitan dengan pendapatan para buruh terpenuhinya kehidupan yang layak, sehingga adanya hadirnya putusan ini justru semakin memperlebar jarak bagi kaum buruh dalam mencapai keadilan,” tegasnya.
kami sejak awal menyatakan menolak UU Cipta Kerja ini dengan dasar muatan pasal pasal yang semakin memperburuk kondisi masyarakat sipil tentunya dengan putusan majelis hakim PTUN Bandung ini menjadi cermin bahwa tidak menutup kemungkinan pemberlakukan UU Cipta Kerja masih terus diberlakukan oleh pemerintah pada sektor lainnya.***amd