Bandung, koran samudra.com – janji merupakan perikatan yang dibuat antara 2 orang atau lebih, janji memang salah satu bentuk perbuatan yang dapat meyakinkan para pihak. Namun jangan sembarangan membuat janji, apalagi janji manis untuk menikahi. Ya janji-janji semacam ini biasanya diucapkan oleh pihak laki-laki kepada sang kekasihnya. Namun sayangnya tak semua laki-laki menepati janjinya. Lalu bisakah menuntut ganti rugi jika janji menikah tak kunjung ditepati?
Melansir bincanghukum.id Menurut Undang-undang Perkawinan ada istilah ‘Perjanjian Perkawinan’, dimana setiap pasangan sebelum melangsungkan perkawinan dapat melakukan perjanjian tertulis yang substansinya tidak bertentangan dengan batasan hukum, agama dan kesusilaan. Namun, perjanjian ini berlaku setelah perkawinan dilaksanakan.
Sedangkan janji menikahi biasanya tidak tertulis atau hanya sebatas lisan bahkan diucapkan diantara kedua pasangan saja. Persoalan mengingkari janji untuk menikahi pasangan ada dalam Pasal 58 KUHPerdata loh, dimana dalam pasal itu dijelaskan bahwa:
Pertama, janji menikahi tidak dapat dijadikan landasan untuk memohon hakim agar pernikahan dilangsungkan. Juga tidak dapat dijadikan landasan untuk menuntut penggantian biaya kerugian maupun bunga. Karena semua persetujuan ganti rugi dalam hal ini menjadi batal
Kedua, janji menikahi yang sudah disertai pengumuman, jika tidak dilakukan dapat dijadikan landasan untuk menuntut kerugian
Ketiga, menuntut ganti rugi dari batalnya pernikahan harus berada dalam kurun waktu 18 bulan dari pengumuman rencana pernikahan tersebut
Bahkan, Mahkamah Agung secara tegas menyatakan bahwa tidak menepati janji pernikahan adalah suatu perbuatan melawan hukum. Dalam beberapa putusannya, MA telah memberikan sanksi bagi para pelaku yang mengingkari janji untuk menikahi pasangannya dengan pidana menyerang kehormatan susila, ada juga yang dihukum dengan membayar ganti rugi kepada penggugat untuk memulihkan nama baik penggugat.
Bagi kalian semua yang sudah atau sedang terkena kasus seperti ini, kalian bisa kumpulkan semua bukti-bukti yang ada, kemudian menggugat pasangan yang mengingkari janji ke Pengadilan Negeri di daerah kalian, dengan dasar perbuatan melawan hukum.
Lalu Bagaimana dengan Ganti Ruginya?
Untuk persoalan ganti rugi, dalam Pasal 1365 KUHPerdata jelas disebutkan bahwa dalam hal seorang melakukan perbuatan melawan hukum maka dia berkewajiban membayar ganti rugi akan perbuatannya tersebut. Namun ternyata tidak diatur dengan jelas mengenai ganti rugi tersebut, hanya dalam Pasal 1371 ayat (2) KUHPerdata tersirat acuan yang isinya “Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan.”
Sementara itu, menurut Prof. Rosa Agustina dalam buku Perbuatan Melawan Hukum bahwa kerugian dalam perbuatan melawan hokum, pemohon dapat meminta kepada si pelaku untuk mengganti kerugian yang nyata telah dideritanya (materil) maupun keuntungan yang akan didapatkan (immateril).
Namun pada praktiknya akan sedikit sulit karena masalah seperti ini didasarkan pada penilaian subjektifitas Hakim, maka pedoman tentang kerugian immateril ada dalam Putusan Perkara Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 650/PK/Pdt/1994 yang isinya “Berdasarkan pasal 1370, 1371, 1372 KUHPerdata ganti kerugian Immateril hanya dapat diberikan dalam hal-hal tertentu saja seperti perkara kematian, luka berat dan penghinaan,”***amd
sumber : bincanghukum.id
Penulis : (Nakhri Anshory/ Ratu A)