iklan layanan masyarakat

BANDUNG, DISDIK JABAR

Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim berkaitan dengan Ujian Nasional (UN) dimana tahun 2020 menjadi tahun terakhir pelaksanaan UN, pada 2021 akan diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan survei karakter. Metode ini menggunakan metode asesmen Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS).

Asesmen tersebut tidak dilakukan berdasarkan mata pelajaran atau penguasaan materi kurikulum seperti yang selama ini diterapkan dalam ujian nasional, melainkan melakukan pemetaan terhadap dua kompetensi minimum siswa, yakni dalam hal literasi dan numerasi.

Literasi di sini bukan hanya kemampuan membaca, tetapi kemampuan menganalisis suatu bacaan dan memahami konsep di balik tulisan tersebut. Sedangkan kompetensi numerasi berarti kemampuan menganalisis menggunakan angka. Dua hal ini yang akan menyederhanakan asesmen kompetensi minimum yang akan dimulai tahun 2021. Jadi bukan berdasarkan mata pelajaran dan penguasaan materi, tetapi kompetensi minimum atau kompetensi dasar yang dibutuhkan siswa untuk bisa belajar.

Perubahan kebijakan UN yang akan diganti dengan asesmen tersebut dilakukan berdasarkan hasil survei dan diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan di bidang pendidikan, antara lain guru, siswa, dan orang tua. Materi UN selama ini terlalu padat sehingga fokus siswa cenderung menghafal materi, bukan pada kompetensi belajar. Hal ini menimbulkan stres pada siswa, guru maupun orang tua karena UN justru menjadi indikator keberhasilan belajar siswa sebagai individu.

iklan layanan masyarakat

Sedangkan terkait survei karakter, dilakukan untuk mengetahui data secara nasional mengenai penerapan asas-asas Pancasila oleh siswa Indonesia, termasuk implementasi gotong-royong, kebahagiaan siswa di sekolah, dan sebagainya. Survei karakter tersebut akan dijadikan tolok ukur untuk bisa memberikan umpan balik ke sekolah-sekolah agar dapat menciptakan lingkungan sekolah yang membuat siswa lebih bahagia dan kuat dalam memahami serta menerapkan asas Pancasila.

Pelaksanaan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter akan diselenggarakan Kemendikbud bekerja sama dengan organisasi pendidikan baik di dalam maupun luar negeri, seperti Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Langkah tersebut diambil agar asesmen memiliki kualitas baik dan setara dengan kualitas internasional, dengan tetap mengutamakan kearifan lokal.

Waktu pelaksanaan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter akan dilakukan di tengah jenjang pendidikan, bukan di akhir jenjang seperti pada pelaksanaan UN. Ada dua alasan mengapa pelaksanaannya dilakukan di tengah jenjang. Pertama, jika dilakukan di tengah jenjang akan memberikan waktu untuk sekolah dan guru dalam melakukan perbaikan sebelum siswa lulus di jenjang tersebut. Kedua, karena dilaksanakan di tengah jenjang, jadi tidak bisa digunakan sebagai alat seleksi siswa. Sehingga, tidak menimbulkan stres pada siswa dan orang tua akibat ujian yang sifatnya formatif. Asesmen Kompetensi Minimum dimana kata minimum mengacu pada tidak semua konten dalam kurikulum diukur di dalam AKM. Dalam pelaksanaan AKM, akan diukur keterampilan dasar. Yaitu, kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter. Kompetensi tersebut dibangun dari jenjang dasar sampai menengah dalam suatu learning progression.

Selanjutnya, AKM berbentuk survei dengan sampel siswa kelas V, VIII, dan kelas XI – tidak tidak melaporkan hasil individu siswa, namun laporan agregat yang berfokus pada peningkatan internal dari waktu ke waktu, bukan komparasi antarkelompok.

AKM dapat menjadi penilaian yang lebih komprehensif untuk mengukur kemampuan minimal siswa dan nantinya AKM akan berisi materi yang meliputi tes kemampuan literasi, numerasi, dan pendidikan karakter. Soal AKM akan sangat berbeda dengan UN sehingga siswa maupun guru perlu lebih menyiapkan diri. Soal numerasi pada AKM bukan lagi soal matematika yang identik dengan angka-angka dan rumus, melainkan bagaimana menyelesaikan persoalan dengan nalar matematika. Soal numerasi ini disajikan dalam beberapa level, yakni level pemahaman konsep, aplikasi konsep, dan penalaran konsep.

Sedangkan literasi terbagi dalam level mencari informasi dalam teks, memahami teks serta mengevaluasi dan merefleksi teks. Literasi adalah kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah serta mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan dunia agar dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat.

Dalam pelaksanaan AKM di tahun 2021, sekolah perlu mempersiapkan siswa untuk dapat mengikuti AKM dengan baik dengan memberikan sosialisasi, pelatihan, dan bimbingan. Salah satunya, melalui pemberian latihan soal-soal kepada siswa. Bentuk soal pastinya akan berubah. Untuk itu, para guru harus membiasakan bentuk-bentuk soal tersebut dalam keseharian proses penilaian dan bagaimana proses pembelajaran agar mampu mengantarkan siswa menjawab bentuk-bentuk soal tersebut.

Sekolah harus memiliki bank soal yang cukup untuk dapat menjalankan perannya dalam melakukan “Penilaian oleh Satuan Pendidikan” dengan berbagai bentuk soal yang ada. Mulai dari pilihan ganda biasa hingga pilihan ganda kompleks, isian singkat hingga uraian, portofolio dan penugasan, missing word, menjodohkan bahkan ceklis.

Ini saatnya bersama-sama untuk menciptakan kompetensi yang lebih baik bagi siswa. Sekolah mempunyai peranan penting dalam mempersiapkan siswa menghadapi AKM untuk melaksanakan penilaian yang bermutu demi pendidikan bermutu.***

iklan layanan masyarakat