KORAN SAMUDRA – Cimahi

Literasi kesehatan memiliki peran yang cukup besar dalam bidang kesehatan. Literasi merupakan kemampuan yang penting untuk dimiliki seseorang karena dengan memiliki kemampuan literasi paling dasar pun seseorang dapat lebih meningkatkan pengetahuan dan potensi untuk mencapai tujuan mereka sehingga dapat berpartisipasi lebih di masyarakat, baik secara ekonomi maupun sosial. Literasi kesehatan adalah derajat kemampuan seseorang untuk mendapat, memproses, serta memahami informasi kesehatan dasar dan pelayanan yang dibutuhkan untuk membuat keputusan terkait kesehatan yang sesuai. “…Literasi kesehatan ini diprediksi sebagai prediktor terkuat dari kesehatan seseorang bila dibandingkan dengan umur, pendapatan, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan suku. Literasi kesehatan melibatkan batasan faktor sosial, kultur, dan faktor individu, serta literasi kesehatan yang buruk dapat berefek pada perilaku kesehatan serta pelayanan kesehatan…”
Dilihat dari Pengukuran Literasi Kesehatan Individu atau seseorang. Literasi kesehatan akan mempengaruhi pengetahuan, sikap dan sebagainya, lalu pengetahuan, sikap dan sebagainya akan mempengaruhi perilaku kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan. Semakin baik literasi kesehatan yang dimiliki seseorang / individu maka seseorang tersebut akan memiliki pengetahuan, sikap, niat, motivasi yang baik juga terhadap kesehatan sehingga akan membuat seseorang tersebut memiliki perilaku kesehatan yang baik serta pemanfaatan pelayanan kesehatan yang baik pula. Sebaliknya, Semakin buruk literasi kesehatan yang dimiliki seseorang / individu maka seseorang tersebut akan memiliki pengetahuan, sikap, niat, motivasi yang buruk juga terhadap kesehatan sehingga akan membuat seseorang tersebut memiliki perilaku kesehatan yang buruk serta pemanfaatan pelayanan kesehatan yang buruk pula.
Masalah Literasi Kesehatan Di Indonesia Saat Ini
Literasi kesehatan yang berada pada ranah pengguna layanan kesehatan, yaitu masyarakat pada umumnya, sering menjadi masalah yang terabaikan. Kemampuan masyarakat untuk dapat mengakses informasi saja masih belum merata antara masyarakat yang tinggal di ibu kota propinsi dengan masyarakat yang tinggal di pedesaan. Sebuah leaflet yang berisi informasi kesehatan yang diterbitkan oleh Kemenkes misalnya, hanya bisa diakses oleh masyarakat di kota besar seperti Jakarta, Bogor dan mungkin Bandung, sedangkan masyarakat di Kuningan atau indramayu tidak akan dapat mengaksesnya, apalagi masyarakat di luar pulau Jawa. Kemampuan mengakses informasi adalah pintu awal yang harus terbuka untuk dapat mengolah dan memahami informasi.
Petugas kesehatan yang sedang bertugas di lapangan untuk menyebarluaskan informasi, sering mengalami hal yang mengecewakan ketika leaflet yang dibagikannya hanya menjadi sampah yang mengotori lingkungan dimana kegiatan berlangsung. Masyarakat yang menerima leaflet atau mengambil leaflet hanya membaca informasi secara sekilas atau bahkan tidak membacanya sama sekali, lalu membuangnya.
Minat baca masyarakat yang rendah, ditambah dengan tingkat pendidikan yang rendah menjadi penyebab tidak efektifnya upaya penyebar luasan informasi kesehatan. Program-program pemerintah, seperti misalnya Program K-4 yang merupakan program untuk ibu hamil untuk frekuensi kunjungan paling sedikit empat kali (K-4) yang bertujuan untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini factor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten, tidak mencapai target yang telah ditetapkan. Tidak tercapainya kinerja sebagian besar Puskesmas dalam menarik kunjungan ibu hamil minimal 4 kali, tidak serta merta menjadi kesalahan atau ketidak mampuan Puskesmas dalam memberikan pelayan kepada ibu hamil. Ketidakhadiran ibu hamil dalam memeriksakan kandungannya dapat disebabkan ketidak pahamannya terhadap ancaman kesehatan yang bisa terjadi baik pada diri ibu maupun bayi yang sedang dikandungnya. Hal ini mengindikasikan ketidak mampuan ibu hamil dalam memahami informasi kesehatan dan apa yang harus dilakukannya. Ketidak mampuan dalam memahami informasi kesehatan adalah salah satu indicator dari literasi kesehatan.
Sebagai Tenaga Kesehatan Masyarakat, Apa yang harus dilakukan agar kita dapat berkontribusi untuk meningkatkan literasi kesehatan masyarakat ????
4 Hal Utama Dalam Meningkatkan Literasi Kesehatan Masyarakat :
1. Pahami Konsep promosi kesehatan serta strategi promosi kesehatan
2. Tingkatkan softskill dibidang komunikasi
3. Mengikuti perkembangan serta isu kesehatan
4. Pahami penggunaan media dan sebaran informasi
Faktor Pendorong / Penghambat Literasi Kesehatan
1. Communication Skill
2. Budaya
3. Terpapar Informasi
4. Sistem Kesehatan
5. Pelayanan Kesehatan
6. Pendidikan
7. Pengalaman
8. Sosial Ekonomi
9. Kemauan Individu/ Kelompok Untuk Berkembang
10. Perkembangan Teknologi
11. Akses Informasi
12. Dll
Contoh kasus literasi kesehatan rendah barangkali bukan hanya lelucon ketika mendapati cerita tentang seseorang yang meminum obat melebihi dosisnya sekali minum dengan alasan ingin cepat sembuh. Ada pula cerita tentang pasien diabet yang menggunakan insulin dengan cara menyuntikan cairan insulin dengan cara menyuntikkan cairan insulin ke sebuah jeruk, kemudian jeuk tersebut dimakannya, hanya karena tidak mau menyuntikan insulin langsung ke tubuhnya. Bahkan ada yang takut pergi ke dokyer sekalipun sangat memerlukan pertolongan pertolongan dokter, sehingga upaya menyembuhkan penyakitnya hanya dengan menggunakan obat obatan yang dapat dibeli bebas di warung. Perilaku tersebut adalah gambaran dari tingkat literasi kesehatan yang rendah dari individu yang dapat merugikan kesehatannya dan membahayakan jiwanya.

Dzul Akmal, S.KM., M.Kes – Dosen STIKes Jendral Achmad Yani Cimahi