Oleh: Rifa Fauziyyah, mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Jakarta, koran samudra.com – Vaksinasi COVID-19 di Indonesia sudah berjalan dan masih terus digencarkan oleh pemerintah sebagai strategi penanganan pandemi. Selain vaksinasi, strategi yang telah diterapkan sejak awal pandemi adalah Proses Belajar dari Rumah atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, mengeluarkan surat edaran pada 17 Maret 2020 yang menyatakan bahwa kegiatan perkuliahan di masa pandemi akan dilakukan secara daring dari rumah bagi mahasiswa. 

Perubahan ini mengakibatkan mahasiswa harus beradaptasi terhadap sistem baru, yang berdampak pada munculnya masalah kesehatan mental seperti stres dan kecemasan pada mahasiswa. Meningkatnya stres dan kecemasan yang dialami oleh mahasiswa telah diungkapkan dalam beberapa penelitian di beberapa negara.

Penelitian yang dilakukan oleh NurCita dan Susantianingsih mengenai dampak pembelajaran jarak jauh terhadap tingkat kecemasan mahasiswa fakultas kedokteran UPN Veteran Jakarta mengungkapkan sekitar 88% mahasiswa mengalami kecemasan berat dan 12% mahasiswa mengalami kecemasan sedang. Islam dan kawan-kawan yang meneliti mengenai depresi dan kecemasan pada mahasiswa selama pandemi COVID-19 di Bangladesh menemukan sekitar 87,7% mahasiswa memiliki gejala kecemasan ringan sampai berat. Penelitian lain di Prancis yang dilakukan oleh Husky dan kawan-kawan menunjukkan bahwa 60,2% mahasiswa mengalami peningkatan kecemasan sejak awal pandemi COVID-19.

Putri dan kawan-kawan yang melakukan penelitian mengenai hubungan pembelajaran jarak jauh dengan tingkat stres pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menemukan bahwa 250 dari 262 mahasiswa yang melaksanakan PJJ lebih dari 12 kali mengalami tingkat stress yang tinggi. Selain itu, hasil penelitian Husky dan kawan-kawan juga menunjukkan bahwa 61,6% mahasiswa mengalami stres sedang hingga berat. Penelitian lain oleh Son dan kawan-kawan di Amerika Serikat juga menemukan bahwa sebanyak 71% mahasiswa merasakan peningkatan stres dan kecemasan selama pandemi COVID-19.

Perubahan metode pembelajaran tatap muka ke metode daring yang dilakukan secara mendadak dalam situasi darurat ini masih memiliki beberapa masalah, diantaranya adalah kurangnya kesiapan dari pihak dosen dan mahasiswa, kurangnya penguasaan teknologi, waktu yang singkat, penyampaian materi kuliah yang tidak sejelas perkuliahan tatap muka, kebutuhan kuota internet yang besar, kondisi sinyal internet yang tidak stabil atau gangguan pada jaringan yang akhirnya membuat perkuliahan jarak jauh menjadi kurang efektif.

Mahasiswa seharusnya dapat menikmati berbagai fasilitas dari kampus untuk perkuliahan, namun mahasiswa yang tinggal di daerah dengan keterbatasan infrastruktur dan daya dukung lainnya justru semakin merasakan kesenjangan digital. Faktor akademik juga merupakan salah satu potensi stres dan cemas, misalnya karena perubahan gaya belajar dari sekolah menengah ke pendidikan tinggi, tugas-tugas perkuliahan, target pencapaian nilai, prestasi akademik, dan penundaan akademik akibat pandemi COVID-19. 

Penyebab stres lainnya yang dialami mahasiswa yaitu kekhawatiran ekonomi, kekhawatiran akan kesehatan keluarga dan diri sendiri, kekhawatiran tentang masa depan yang tidak jelas, terbatasnya interaksi sosial, lapangan pekerjaan yang berkurang, dan faktor lainnya yang bersumber dari kehidupan pribadi mahasiswa itu sendiri. Stres dan cemas yang meningkat di kalangan mahasiswa dapat mengakibatkan penurunan prestasi akademis serta dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental bagi mahasiswa.

Pakar Promosi Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM, dr. Fatwa Sari Tetra Dewi, MPH., Ph.D. mengatakan bahwa terdapat tiga langkah utama yang bisa dilakukan untuk menangani peningkatan stres dan kecemasan. Pertama, disarankan untuk memiliki pengetahuan yang cukup tentang COVID-19 dari sumber-sumber terpercaya. Kedua, mencari tahu tentang kondisi kesehatan diri melalui skrining mandiri. Ketiga, menentukan sikap dan langkah sesuai dengan kondisi kesehatan saat ini. 

Pat Walker Health Center juga menyebutkan bahwa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi gejala kecemasan akibat pandemi ini adalah dengan melakukan perawatan diri yang mencakup fisik, emosional dan mental. Beberapa jenis perawatan diri yang direkomendasikan untuk semua orang yaitu istirahat yang cukup, melakukan aktivitas fisik, dan memenuhi kebutuhan gizi.

Mahasiswa dapat melakukan hal-hal sederhana yang dapat mencegah dan mengurangi stres serta kecemasan, seperti olahraga atau aktivitas fisik, istirahat cukup, melakukan hobi, tetap bersosialisasi meskipun secara virtual, dan apabila stres atau kecemasan terasa berat dan mengganggu, untuk tidak segan bercerita ke orang yang dipercaya atau mencari pertolongan kepada tenaga profesional. 

Pihak universitas seyogyanya memberi bantuan untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan mental yang dialami mahasiswa. Pihak universitas dapat mencoba untuk membuat proses pembelajaran menjadi menarik dan komunikatif, serta menyediakan layanan konseling atau bantuan terkait kesehatan mental lain dari psikolog/psikiater bagi sivitas akademika. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang bertugas untuk merumuskan kebijakan terkait pembelajaran jarak jauh juga memiliki andil dalam menciptakan kebijakan dengan mempertimbangkan kesehatan mental para pelajar di masa pandemi ini.**Red